BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seringkali
kita sebagai orang Islam tidak mengetahui kewajiban kita sebagai makhluk yang
paling sempurna yaitu salat, atau terkadang tau tentang kewajiban tetapi tidak
mengerti terhadap apa yang dilakukan. Dalam istilah lain salat adalah suatu
macam atau bentuk ibadah yang diwujudkan dengan melakukan perbuatan-perbuatan
tertentu disertai ucapan-ucapan tertentu dengan syarat-syarat tertentu pula.
Istilah salat ini tidak jauh berbeda dari arti yang digunakan oleh bahasa di atas,
karena didalamnya mengandung doa-doa, baik yang berupa permohonan, rahmat,
ampunan dan lain sebagainya.
Salah
satu kajian fiqih yang paling sering dipraktekkan di tengah-tengah masyarakat
adalah kajian masalah salat jenazah, kita memandang dari aspek teori salat
jenazah merupakan salah satu masalah ibadah yang amat gampang jika dibayangkan
bahkan kita menyepelekan masalah tersebut. Namun jika kita melihat dari aspek
praktek masih banyak kesalahan-kesalahan yang dilakukan dimasyarakat dalam
masalah pengurusan jenazah. Untuk itu dalam makalah ini mengangkat sebuah tema
yang berkaitan dengan menyolatkan jenazah dengan tujuan sebagai pandangan
bagaimana seharusnya menyolatkan jenazah
dengan baik dan benar. Kemudian dalam makalah ini juga membahas bagaimana
pengertian salat jenazah itu sendiri, syarat dan rukunnya termasuk kaifiat
dalam salat jenazah
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa yang
dimaksud salat jenazah?
2. Apa saja
syarat salat jenazah?
3. Apa saja
rukun salat jenazah?
4. Bagaimana kaifiat salat jenazah?
C.
Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di
atas maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Menjelaskan apakah
yang dimaksud dengan salat jenazah
2.
Menjelaskan apa saja
yang menjadi syarat salat jenazah
3.
Menjelaskan apa saja
yang menjadi rukun salat
jenazah
4.
Mengetahui kaifiat
salat jenazah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Salat Jenazah dan Hukumnya
Salat jenazah merupakan salah satu praktik ibadah salat yang
dilakukan umat muslim jika ada muslim lainnya yang meninggal dunia. Hukum
melakukan salat jenazah ini adalah fardhu kifayah. Artinya apabila sebagian
kaum muslimin telah melaksanakan pengurusan jenazah orang muslim yang meninggal
dunia maka tidak ada lagi kewajiban kaum muslim yang lainnya untuk melaksanakan
pengurusan jenazah tersebut (Musthafa, 2003 hal: 94).
B.
Dasar Hukum Salat Jenazah
Jenazah seorang muslim yang
sudah dimandikan dan dikafani dengan baik, maka terus disalatkan. Para Imam
ahli fiqih telah sepakat bahwa menyalati jenazah itu hukumnya fardu kifayah.
Kewajiban menyalati jenazah berdasarkan hadis Nabi SAW :
عَنِ
ابْنِ عُمَرَرضي الله عنه اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ قَالَ:
صَلُّوْاعَلَى مَنْ قَالَ لَااِلهَ اِلَّااللهُ وَصَلُّوْاوَرَاءَمَنْ قَالَ لَااِلهَ
اِلَّااللهُ.(رواه الطبران)
Artinya:
“Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Nabi SAW. Bersabda, “Salatkanlah olehmu
orang-orang yang mengucapkan kalimat Lailaha illallah dan salatlah kamu di
belakang orang yang mengucapkan kalimat Lailaha illallah.” (HR. At Tabrani)
Juga hadis Nabi SAW :
عَنْ
اَبِ هُرَيْرَتَ رضي الله عنه قَالَ: اَنَّ لنَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ
كَانَ يُؤْتى باِ لرَّجُلِ الْمُتَوَفَّى عَلَيْهِ الدِّيْنُ فَيَسْاَلُ هَلْ تَرَكَ
لِدِيْنِهِ فَضْلاً؟ فَاِنْ حُدِّثَ اَنَّهُ تَرَكَ وَفَاءً صَلَّى وَاِلَّاقَالَ
لِلْمُسْلِمِيْنَ صَلُّوْاعَلَى صَاحِبُكُمْ (رواه البخاري ومسلم)
Artinya :
“Dari Abu Hurairah r.a. katanya, “Bahwa seorang laki-laki yang
meninggal dalam keadaan berhutang dan hal itu disampaikan kepada Nabi SAW. Maka
Nabi menanyakan apakah ia meninggalkan kelebihan harta untuk membayar
hutangnya. Jika dikatakan orang bahwa ia meninggalkan harta untuk membayarnya,
maka beliau akan menyalati jenazah itu. Jika tidak beliau akan memesankan
kepada kaum muslimin, “Salatkanlah teman sejawatmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jika jenazah itu tidak utuh, misalnya tinggal sebagian anggota
tubuhnya saja yang dapat ditemukan, maka anggota tubuh yang ada itulah yang
harus dimandikan, dikafani, dan disalatkan. Hal ini pernah dilakukan sahabat
Nabi SAW. yang menyalatkan tangan Abdurrahman yang dijatuhkan oleh seekor
burung. Mereka mengenal tangan Abdurrahman dengan melihat cincinnya.
Apabila jenazah itu berupa bayi yang gugur dalam kandungan tetapi tampak
tanda-tanda hidup sebelum gugur, hukum memandikannya sama seperti jenazah
biasa. Tetapi jika tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan hidup, maka tidak
perlu disalatkan. Jadi, yang wajib disalatkan adalah jenazah muslim, yaitu
manusia yang hidup, memiliki roh sekalipun masih dalam kandungan.
Adapun jenazah yang bukan muslim tidak boleh disalatkan hanya boleh
dimandikan, dikafani kemudian dikuburkan, karena Rasulullah SAW. Pernah
menyuruh Ali bin Abi Talib memandikan ayahnya dan mengkafaninya saja tanpa
menyalatkan.
Firman Allah SWT. juga menegaskan sebagai berikut :
وَلَايُصَلِّ
عَلَ اَحَدٍمِنْحُمْ مَاتَ اَبَدًاوَلَاتَكُمْ عَلَ قَبْرِهِ...(التوبة:84)
Artinya :
“Dan janganlah engkau sekali-kali menyalatkan jenazah seseorang
diantara mereka yang mati (dalam keadaan kufur kepada Allah dan Rasul Nya) dan
jangan engkau berdiri dikuburnya...” (QS.
At Taubah : 84)
Khusus bagi jenazah yang mati syahid karena gugur dalam peperangan
melawan orang kafir untuk meninggikan agama Allah SWT. maka ia tidak dimandikan
dan tidak pula disalatkan, hanyalah dikafani dengan pakaiannya yang berlumuran
darahnya, kemudian dimakamkan. Imam Syafi’i berkata dalam kitabnya al Um bahwa
telah diterima berita seolah-olah ia disaksikan secara mutawatir bahwa Nabi
SAW. tidak menyalatkan korban-korban perang uhud.
Dalam salat jenazah disunatkan membentuk tiga shaf yang
masing-masing terdiri dari dua orang minimal dan dalam shaf lurus. Imam ahmad
berkata, “jika jumlah pengikutnya sedikit, lebih baik mereka dibagi tiga shaf.“
Selanjutnya ia berkata, “jika mereka hanya terdiri dari empat orang, maka
dijadikan dua shaf yang masing-masing shaf terdiri dari dua orang, kalau
dibentuk tiga shaf hukumnya makruh, karena ada shaf yang hanya terdiri dari
satu orang.” Disunatkan pula dalam salat jenazah dengan pengikut yang banyak jumlahnya.
C.
Syarat Salat Jenazah
Salat jenazah mempunyai beberapa syarat yang bila salah satu di
antaranya tidak dipenuhi, maka salatnya tidak sah menurut syara’. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai
berikut. Salat jenazah termasuk dalam ibadah salat, maka syarat-syaratnya pun
sama dengan yang telah diwajibkan pada salat-salat fardu lainnya, seperti :
1.
Beragama Islam
2.
Sudah baligh dan berakal
3.
Suci dari hadis atau najis
4.
Suci seluruh anggota badan, pakaian dan tempat
5.
Menutup aurat, laki-laki auratnya antara pusat sampai lutut, sedang
wanita auratnya sampai seluruh anggota badan, kecuali muka dan telapak tangan
6.
Menghadap kiblat (Samsuri, 1998: 29).
Perbedaanya dengan salat fardu yang lain adalah mengenai waktu,
karena salat jenazah ini ia dapat dilakukan pada waktu kapan saja ketika ada
jenazah. Bahkan menurut golongan Hanafi dan Syafi’i salat ini boleh
dilaksanakan pada waktu-waktu terlarang. Akan tetapi Ahmad dan Ibnu Mubarak,
dan Ishak memandang makruh melakukan salat jenazah pada waktu terbitnya
matahari, waktu istiwa dan saat terbenamnya, kecuali jika dikhawatirkan jenazah
akan membusuk.
D.
Rukun Salat Jenazah
1.
Niat melaksanakan salat jenazah
اُصَلّىِ عَلى هذَااْلمَيِّتِ(هذِهِ
اْلمَيِّتَتِ)اَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ الْكِفَايَةِمَأْمُوْمًالِلّهِ تَعَالَى
Artinya :
“Saya niat salat atas mayat ini empat takbir fardlu kifayah, karena
Allah. Allahhu Akbar.”
2.
Berdiri bagi yang mampu. Ini merupakan pendapat jumhur ulama, maka
tidak sah menyalatkan jenazah sambil duduk atau berkendaraan kalau tidak ada
uzur. Dalam kitab al Mugni dikatakan, “Tidak boleh menyalatkan jenazah ketika
sedang berkendaraan, karena itu menghalangi sikap berdiri yang diwajibkan”.
Imam Syafi’i juga berpendapat demikian, termasuk Abu Hanifah dan Abu Saur tanpa
ada menentangnya. Disunatkan menggenggam tangan kiri dengan tangan kanan pada
saat berdiri sebagaimana yang dilakukan salat fardu biasa.
3.
Membaca takbir empat kali, seperti yang tersebut dalam hadis Nabi
SAW.
عَنْ جَابِرْ اَنَّ انَبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى عَلَى انَّجَاشِيِّ فَكَبَّرَاَرْبَعًا
(رواه
البخاري ومسلم)
Artinya :
“Dari jabir r.a bahwa Nabi SAW. menyalatkan Najasi (raja Habsyi),
maka beliau membaca takbir empat kali.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Turmudzi berkata bahwa hal itu telah diamalkan oleh kebanyakan
ulama dari para sahabat Nabi SAW. dan lainnya. Mereka berpendapat bahwa takbir
dalam salat jenazah itu sebanyak empat kali. Demikian juga pendapat Syafi’i,
Sufyan, Ahmad, Ibnul Mubarak, dan Ishak.
4.
Membaca surat al Fatihah, dilanjutkan denngan takbir yang kedua.
5.
Membaca salawat atas Nabi Muhammad SAW. dilanjutkan dengan takbir
ketiga. Membaca surat al Fatihah dan salawat Nabi dalam jenazah, sebaiknya
dengan cara sirri (bisik-bisik). Jumhur ulama berpendapat bahwa, baik
membaca al Fatihah atau membaca salawat Nabi, berdoa serta memberi salam
disunatkan secara sirri kecuali bagi imam, maka baginya sunat jahar pada
takbir dan taslim untuk pemberitahuan kepada makmum. Membaca salawat
sekurang-kurangnya dengan mengucapkan Allahumma shalli ‘ala Muhammad itu sudah
cukup. Sedangkan yang lebih utama adalah mengikuti apa yang diajarkan oleh nabi
sebagai berikut :
اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍوَعَلَى اَلِ
مُحَمَّدٍكَمَاصَلَيْتَ عَلَى اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى اَلِ اِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ
عَلَى مُحَمَّدٍوَعَلَى اَلِ مُحَمَّدٍكَمَابَارَكْتَ عَلَى اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى
اَلِ اِبْرَاهِيْمَ فِى الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَّ حَمِيْدُمَّجِيْدٌ
Artinya :
“Ya Allah limpahkanlah karunia atas Nabi Muhammad serta keluarga
Muhammad sebagaimana telah Engkau limpahkan atas Nabi Ibrahim dan berilah
berkah kepadA Muhammad serta keluarga Muhammad sebagaimana telah Engkau berikan
kepada Ibrahim di antara seluruh penduduk alam, sungguh engkau ya Allah
Mahaterpuji lagi Mahamulia.”
6.
Mendoakan jenazah, dilanjutkan dengan takbir keempat.
قَالَ رَسُوْلُ اللهُ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِذَاصَلَّيْتُمْ عَلَى الْمَيِّتِ فَاَخْلِصُوْالَهُ
الدُّعَاءَ (رواه ابوداودوالبيحقي وابن حبان وصححه)
Artinya :
Rasulullah SAW. bersabda, “Jika kamu menyalatkan jenazah, maka
berdoalah untuknya dengan tulus ikhlas.” (HR. Abu Dawud dan Baihaqi, juga Ibnu Hibban
yang menyatakan sahihnya)
Doa dianggap sah walaupun hanya secara singkat. Akan tetapi yang
lebih utama adalah membaca doa berikut :
اَللّهُمَّ اغْفِرْلَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ
وَاعْفُ عَنْهُ وَاَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ وَاَغْسِلْهُ بِمَاءٍوَثَلْجٍ
وَبَرَدٍوَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَا يَاكَمَايُنَقَّ الثَّوْبُاالْاَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ
وَاَبْدِلْهُ دَارًاخَيْرًامِنْ دَارِهِ وَاَهْلًاخَيْرًامِنْ اَهْلِهِ وَزَوْجًاخَيْرًامِنْ
زَوْجِهِ وَقِهِ فِتْنَةَالْقَبْرِوَعَذَابَاالنَّارِ (رواه مسلم)
Artinya :
“Ya Allah ampunilah dia, kasihanilah dia, mafkanlah dia,
muliakanlah dia, lapangkanlah tempatnya dan bersihkanlah dia dengan air, air
salju, dan air embun. Sucikanlah dia dari dosa sebagaimana kain yang putih bila
disucikan dari noda. Dan gantilah rumahnya dengan tempat kediaman yang lebih
baik, begitu pun keluarga serta istrinya dengan yang lebih berbakti, serta
lindungilah dia dari bencana kubur dan siksa neraka.” (HR. Muslim)
7.
Membaca doa setelah takbir keempat
Disunatkan membaca doa setelah takbir keempat, seperti yang
dijelaskan dalam hadis nabi SAW. riwayat Ahmad dari Abdullah bin Abi Aufa :
أَنَّهُ مَاتَتْ لَهُ اِبْنَةٌ فَكَبَّرَعَلَيْهَااَرْبَعًاثُمَّ
قَامَ بَعْدَالرَّابِعَةِ قَدْرَمَابَيْنَ التَّكْبِيْرَتَيْنِ يَدْعُوْثُمَّ قَالَ:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُ فِى الْجَنَازَةِ
هَاكَذَا
Artinya :
“Ketika putrinya meninggal dunia, Abdulah bin Aufa menyalaatkan
dengan membaca empat kali takbir, kemudian setelah takbir keempat ia masih
berdiri selama kira-kira antara dua takbir membaca doa. Kemudian katanya,
“Rasulullah SAW. selalu melakukan seperti ini terhadap jenazah.”
Imam Syafi’i berkata, “Setelah takbir keempat, hendaklah membaca
doa sebagai berikut :
اَللّهُمَّ لَاتَحْرِمْنَااَجْرَهُ وَلَا
تَفْتِنَّابَعْدَهُ وَاغْفِرْلَنَاوَلَهُ بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
Artinya :
“Ya Allah janganlah Engkau tidak memberikan pahala kepadanya dan
janganlah Engkau menjadikan fitnah kepada kami setelahnya, berilah ampunan
kepada kami dan kepadanya dengan rahmatMu wahai Dzat Yang memberi Rahmat.”
Sedangkan Abu Hurairah berkata, “Orang-orang dulu biasanya membaca
setelah takbir keempat itu, dan sebagai berikut :
رَبَّنَااتِنَافِى الدُّنْيَاحَسَنَةًوَفِى
الْاخِرَةِحَسَنَةًوَقِنَاعَدَابَالنَّارِ
Artinya :
“Ya Allah Tuhan kami, berilah kami di dunia kebaikan dan juga di
akhirat dan lindungilah kami dari siksa neraka.”
8.
Mengucapkan Salam
Salam pada salat jenazah menurut para fuqaha termasuk fardu,
kecuali Abu Hanifah yang mengatakan bahwa salam kesebelah kanan dan kiri
hukumnya wajib, tetapi bukan termasuk rukun dengan alasan bahwa salat jenazah
termasuk salah satu macam salat dan untuk mengakhiri salat adalah dengan
membaca salam. Ibnu Mas’ud mengatakan, “Mengucapkan salam ketika salat jenazah
seperti salam waktu salat biasa, sekurang-kurangnya Assalamu’alikum, tetapi
Ahmad berpendapat membaca satu kali salam itu adalah sunah dengan menghadapkan
mukanya kesebelah kanan, boleh juga ke arah depan berdasarkan perbuatan
Rasulullah dan para sahabat. Mereka hanya memberi salam hanya satu kali, tidak
ada yang membantah pada waktu itu. Imam Syafi’i berkata bahwa hukum mengucapkan
salam dua kali adalah sunah, yaitu dimulai dengan menghadapkan muka kesebelah
kanan, kemudian salam yang kedua kesebelah kiri, sedangkan Ibnu Hazmin
menganggap bahwa salam yang kedua termasuk dzikir dan amalan yang baik (Abidin
dan Suyono, 1998: 168).
E.
Kaifiat Salat Jenazah
Setelah
syarat-syarat dipenuhi, maka orang yang mengerjakan salat jenazah berdiri lurus
di depannya, lalu mengangkat kedua tangan sambil membaca takbiratul ihram.
Letakkan tangan kanan di atas tangan kiri kemudian membaca surat al Fatihah
diikuti dengan takbir lagi dan membaca salawat Nabi, kemudian takbir
yang ketiga diikuti membaca doa kepada jenazah, lalu takbir keempat dan berdoa
lagi kemudian salam.
1.
Apabila jenazah ada di depan tempat Salat
Letakkanlah
jenazah orang yang menyalatkan atau di depan imam jika berjamaah dengan kepala
jenazah sebelah utara. Jika jenazah itu laki-laki maka orang yang salat (imam)
berdiri sejajar dengan kepala. Jika perempuan maka orang yang salat (imam)
berdiri sejajar dengan tengah-tengah badan jenazah. Apabila jenazah lebih dari
satu orang, boleh disalatkan sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan ketentuan,
jenazah laki-laki diletakkan lebih dekat dengan imam dan jenazah perempuan
lebih dekat dengan arah kiblat, semuanya didepan imam dengan yang lebih utama
di dekatnya, kemudian disalatkan bersama-sama. Boleh juga menyalatkan yang
laki-laki terlebih dahulu, baru kemudian yang perempuan.
2.
Apabila jenazah ada di tempat yang jauh
Seseorang
boleh menyalatkan jenazah yang berada di tempat yang jauh, yang disebut salat
gaib. Cara melaksanakannya sama dengan melaksanakan salat jenazah biasa dengan
niat salat gaib dan wajib menghadap kiblat. Ibnu Hazmin berkata bahwa jenazah
gaib itu disalatkan secara berjamaah. Rasulullah SAW. telah menyalatkan Raja
Najasyi yang meninggal di Habsyi bersama sahabat yang berdiri bersaf-saf. Ini
merupakan Ijma yang tak di ingkari.
3.
Apabila jenazah telah dikubur
Menyalatkan
jenazah di atas kuburan hukumnya mubah walaupun ia telah disalatkan sebelum
dikubur (Abidin dan Suyono, 1998: 172).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Salat jenazah merupakan salah satu praktik ibadah salat yang
dilakukan umat muslim jika ada muslim lainnya yang meninggal dunia. Hukum
melakukan salat jenazah ini adalah fardhu kifayah.
2.
Jenazah seorang muslim yang
sudah dimandikan dan dikafani dengan baik, maka terus disalatkan. Para Imam
ahli fiqih telah sepakat bahwa menyalati jenazah itu hukumnya fardu kifayah.
Kewajiban menyalati jenazah berdasarkan hadis Nabi SAW : Dari Ibnu Umar r.a.
bahwa Nabi SAW. Bersabda, “Salatkanlah olehmu orang-orang yang mengucapkan
kalimat Lailaha illallah dan salatlah kamu di belakang orang yang mengucapkan
kalimat Lailaha illallah.”
3.
Salat jenazah mempunyai beberapa syarat yang bila salah satu di
antaranya tidak dipenuhi, maka salatnya tidak sah menurut syara’. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai
berikut. Salat jenazah termasuk dalam ibadah salat, maka syarat-syaratnya pun
sama dengan yang telah diwajibkan pada salat-salat fardu lainnya.
Syarat-syaratnya adalah: beragama Islam, sudah baligh dan berakal, suci dari
hadis atau najis suci seluruh anggota badan, pakaian dan tempat, menutup aurat,
laki-laki auratnya antara pusat sampai lutut, sedang wanita auratnya sampai
seluruh anggota badan, kecuali muka dan telapak tangan, menghadap kiblat.
4.
Rukun salat jenazah yaitu: Niat, Berdiri bagi yang mampu, Membaca
takbir empat kali, membaca surat al Fatihah, membaca salawat atas nabi Muhammad
SAW, Mendoakan jenazah, membaca membaca doa setelah takbir ke empat,
mengucapkan salam.
5.
Kaifiat salat jenazah: Apabila jenazah ada di depan tempat Salat,
Letakkanlah jenazah orang yang menyalatkan atau di depan imam jika berjamaah
dengan kepala jenazah sebelah utara. Jika jenazah itu laki-laki maka orang yang
salat (imam) berdiri sejajar dengan kepala. Jika perempuan maka orang yang
salat (imam) berdiri sejajar dengan tengah-tengah badan jenazah. Apabila
jenazah ada di tempat yang jauh. Seseorang boleh menyalatkan jenazah yang
berada di tempat yang jauh, yang disebut salat gaib. Apabila jenazah telah
dikubur, menyalatkan jenazah di atas kuburan hukumnya mubah walaupun ia telah
disalatkan sebelum dikubur
B.
Saran-saran
1.
Dengan adanya pembahasan tentang tata cara pengurusan jenazah ini
pemakalah berharap kepada kita semua agar selalu ingat akan kematian dan
mempersiapkan diri untuk menyanbut kematian itu.
2.
Pemakalah juga berharap dengan adanya pembahasan ini dapat
dijadikan pembelajaran bagi guru pendidikan Islam untuk mendidik dan
memberitahukan pada siswa sejak dini bagaimana cara menyalati jenazah dengan
baik.
3.
Dan juga kepada seluruh umat muslim dalam memperlakukan jenazah
hendaknya benar-benar memperhatikan aturan-aturan Islam yang berlaku agar ia
diterima di sisi Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Slamet dan Moh. Suyono. 1998. Fiqih Ibadah. Bandung:
Pustaka Setia.
Pasha, Mustafa Kamal. 2003. Fiqih Islam. Yogyakarta: Citra
Karsa Mandiri.
Samuri, M. 1998. Penuntun Shalat lengkap. Surabaya: Apollo
Lestari
hukum sholat jenazah
BalasHapusLas Vegas Strip casinos approved by the State of
BalasHapusThe casinos have been 목포 출장샵 approved 나주 출장샵 by the Nevada Gaming Control Board for a total of 제주 출장샵 $28 million in 김천 출장안마 renovations to their 파주 출장샵 properties. There are no